Yang Perlu Anda Ketahui Tentang Data Kehilangan Tutupan Pohon GFW 2019

Jun 02, 2020||8 minutes
Languages
GFW_frame

Every 6 seconds in 2019 1 football pitch of forest was lost.

Languages
Category
  • Data
Topics
  • fires
  • forest change

Data baru dari University of Maryland (UMD), dirilis hari ini di platform Global Forest Watch, menunjukkan bahwa terjadi kehilangan hutan primer tropis dalam jumlah signifikan pada tahun 2019. Tetapi apa penyebab hilangnya hutan yang ditunjukkan oleh data ini, dan apa perbedaannya dengan data-data lain? Inilah yang perlu Anda ketahui tentang data UMD.

Kehilangan tutupan pohon tidak berarti deforestasi

Memahami bahwa tiap-tiap negara memiliki metode dan definisi yang berbeda-beda, GFW menggunakan metode dan definisi yang memungkinkan pengguna untuk dapat menghitung dan membandingkan kehilangan tutupan pohon dan kehilangan tutupan hutan di berbagai negara di seluruh dunia. Oleh karena itu, metode/definisi yang digunakan bersifat universal dan tetap berlandaskan kaidah penelitian ilmiah (data dan metode yang digunakan adalah hasil penelitian oleh tim peneliti Universitas Maryland).

Kehilangan tutupan pohon mengacu pada gangguan terhadap vegetasi kayu setinggi lebih dari lima meter— baik vegetasi tersebut berada di hutan primer dewasa, hutan sekunder yang telah pulih dari gangguan sebelumnya, atau perkebunan pohon. Untuk mempertajam analisis kehilangan hutan alami dewasa, GFW memfokuskan analisis lebih khusus pada hilangnya hutan primer tropis lembab. Hutan-hutan jenis ini pada umumnya memiliki nilai karbon dan keanekaragaman hayati yang tinggi, dan begitu hutan-hutan tersebut hilang atau gundul, butuh waktu puluhan tahun atau bahkan ribuan tahun untuk tumbuh kembali menjadi hutan primer.

GFW menggunakan definisi humid tropical primary forests atau hutan primer tropis basah berdasarkan jurnal ilmiah oleh Turubanova et al. (2018).

Menurut Turubanova et al. (2018), hutan primer didefinisikan sebagai hutan alam basah tropis dewasa yang belum sepenuhnya ditebang dan belum tergantikan dengan jenis tutupan lahan lain dalam jangka waktu lama. Dalam jurnal tersebut, hutan primer ini kemudian dibagi menjadi dua jenis: hutan alam yang utuh dan hutan alam yang sudah tidak utuh.

Untuk hutan utuh, jurnal tersebut mendefinisikannya sebagai suatu blok area hutan yang besar, saling berdekatan, tidak tersentuh aktivitas manusia, dan dengan area minimal 50.000 hektar.

Sementara itu, hutan yang tidak utuh didefinisikan sebagai fragmen area hutan yang lebih kecil dan area hutan yang lebih dekat dengan dan terpapar pada aktivitas manusia dan berbagai gangguan lainnya. Gangguan tersebut, termasuk pembangunan jalan, penebangan intensif, dan kebakaran, terdeteksi pada resolusi spasial 30 meter (0,09 ha).

Definisi tersebut juga disebutkan sebagai referensi dalam dokumen Forest Reference Emission Level (FREL) yang diajukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia kepada UNFCCC (2016).

Data kehilangan tutupan pohon UMD belum membedakan penyebab kehilangan tutupan pohon, yang dapat bervariasi mulai dari gangguan alam, kebakaran antropogenik, hingga deforestasi tebang habis. Berbagai data tambahan serta interpretasi visual dapat membantu kami memahami lebih lanjut penyebab kehilangan tutupan pohon.

Berbagai pertimbangan teknis dapat memengaruhi interpretasi data kehilangan tutupan pohon UMD. Beberapa perulangan dari algoritma deteksi telah diterapkan di seluruh rangkaian waktu, yang berpotensi mengakibatkan ketidakkonsistenan. Selain itu, kehilangan yang terjadi di akhir suatu tahun tertentu (sebagai contoh, akhir kuartal empat), terkadang baru terdeteksi di data pada tahun berikutnya karena tutupan awan.

Bagaimana GFW menghitung angka kehilangan tutupan hutan primer?

Ketika menganalisis kehilangan tutupan hutan primer atau primary forest loss, GFW hanya mempertimbangkan area hutan dengan setidaknya 30% tutupan tajuk pohon seperti yang dijelaskan dalam penelitian University of Maryland yang diterbitkan di Science Magazine (Hansen et al., 2013), konsisten dengan Permenhut Nomor 14 tahun 2004 tentang A/R CDM dan dokumen FREL Indonesia (2016). Setiap hilangnya tegakan tutupan kanopi pohon (berdasarkan Hansen et al. 2013) yang tumpang tindih dengan area hutan primer dianggap sebagai kehilangan hutan primer.

Kebakaran merupakan penyebab sekaligus gejala kehilangan pada tahun 2019

Kebakaran terjadi di banyak lokasi pada tahun 2019. Dengan menggunakan data area kebakaran MODIS dari UMD, kita dapat lebih memahami seberapa besar kebakaran memengaruhi angka kehilangan di tahun 2019, meskipun data tersebut mungkin tidak menangkap semua kerusakan akibat kebakaran karena tutupan awan dan kabut.

Di Brasil, di mana kebakaran diliput secara luas di media, kebakaran terlihat sebagai gejala hilangnya hutan primer ketimbang penyebab langsung hilangnya hutan primer. Di Amazon Brasil, kerapatan kebakaran di hutan primer yang sebelumnya telah ditebangi adalah 20 kali lebih besar daripada di hutan yang lebat. Dan saat kebakaran berada di atas rata-rata pada tahun 2019, hanya 20% kebakaran yang terjadi di hutan primer, sementara 30% terjadi di daerah yang sebelumnya telah kehilangan hutan primer. 50% sisanya terjadi di kawasan non-hutan dan kawasan hutan sekunder. Hal ini juga terjadi di Indonesia, di mana kebakaran terjadi jauh lebih banyak di hutan yang telah terdegradasi, dan hanya 6% kebakaran terjadi di hutan primer.

Namun, kebakaran juga bisa menjadi penyebab langsung kehilangan tutupan pohon. Di Bolivia, kebakaran yang meluas telah membakar sebagian besar hutan primer dan tutupan pohon lainnya. Lebih dari setengah kebakaran di Bolivia pada 2019 terjadi di daerah tutupan pohon dan hampir 60% kehilangan pada tahun 2019 terjadi di lokasi kebakaran. Pada tahun 2019, Australia juga mengalami kebakaran yang belum pernah terjadi sebelumnya – hampir 80% dari data kehilangan tahun 2019 tumpang tindih dengan area yang terbakar.

Data UMD memantau perubahan yang berbeda dari data resmi Brasil

Sistem pemantauan hutan resmi pemerintah Brasil, yaitu PRODES, dan UMD pada dasarnya mengukur dua hal yang berbeda, yang menjelaskan mengapa PRODES menunjukkan peningkatan deforestasi sebesar 30% dari tahun 2018 hingga 2019, sedangkan data UMD hanya menunjukkan 1% peningkatan kehilangan hutan primer.

Seperti yang telah kami uraikan sebelumnya, PRODES hanya mendeteksi petak area deforestasi tebang habis yang lebih luas dari 6,25 hektar, sedangkan data UMD menangkap kehilangan petak lebih luas dari 0,09 hektar dari semua vegetasi kayu yang tingginya lebih dari 5 meter, terlepas dari penyebabnya. Kedua pendekatan ini tentu sangat penting karena kita perlu memahami di mana dan kapan deforestasi permanen terjadi, yang dijabarkan oleh sistem PRODES. Namun, setiap kehilangan tutupan pohon, termasuk akibat kebakaran, akan berdampak pada iklim, keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem, dan hal ini ditangkap oleh data UMD.

Data UMD dibandingkan dengan data PRODES Brasil

Karena perbedaan ini, data UMD cenderung menangkap lebih banyak perubahan daripada PRODES. Dari deforestasi yang terdeteksi oleh PRODES pada tahun 2019, lebih dari 80% deforestasi tersebut tumpang tindih dengan wilayah kehilangan hutan primer UMD dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Di sisi lain, hanya 36% dari data UMD tahun 2019 muncul dalam di data PRODES dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Perbedaan ruang lingkup juga dapat menyebabkan tren yang berbeda. Sementara PRODES dan sistem lainnya dengan jelas setuju bahwa deforestasi tebang habis sedang meningkat, perubahan lain yang ditangkap oleh UMD mungkin tidak bergerak ke arah yang sama. Sebagai contoh, lonjakan pada kehilangan hutan primer di Brasil pada tahun 2016 dan 2017 di data UMD disebabkan oleh kebakaran di bawah permukaan yang tidak dipantau oleh PRODES. Meskipun kebakaran tersebar luas di Amazon pada tahun 2019, sedikit yang mengakibatkan hilangnya hutan primer secara langsung.

Demikian pula, beberapa area kebakaran di bawah permukaan dan perubahan kanopi yang lebih kecil yang terdeteksi oleh data UMD dalam beberapa tahun terakhir mungkin telah dibersihkan dan diambil oleh PRODES. Data UMD hanya mendeteksi kehilangan pertama, sehingga area-area ini tidak akan ditangkap lagi ketika mereka di-deforestasi – Dengan demikian, mugkin terjadi lebih sedikit perubahan ketimbang data PRODES di tahun yang sama. Dari deforestasi yang terdeteksi oleh PRODES pada tahun 2019, hampir seperempatnya terdeteksi sebagai kehilangan tutupan pohon oleh data UMD sebelum tahun 2018.

Area kerugian yang diambil oleh GFW pada tahun 2016 diambil oleh PRODES pada tahun 2019
(A) Area degradasi pada tahun 2016 (B) kehilangan yang diambil oleh data UMD pada tahun 2016 dan (C) kemudian dibersihkan dan diambil oleh PRODES pada 2019.

Kedua sistem menggunakan dua metodologi berbeda serta ruang lingkup yang berbeda untuk mendeteksi perubahan. Data UMD adalah sistem yang sepenuhnya otomatis yang menganalisis setiap piksel secara individual, sementara PRODES, deforestasi digambarkan melalui interpretasi visual tambalan citra satelit. Keduanya juga menganalisis periode waktu yang sedikit berbeda: UMD menangkap kehilangan selama tahun kalender, sedangkan PRODES menangkap deforestasi antara Agustus dan Juli.

Data resmi Indonesia tahun 2019 mencerminkan tren UMD

Definisi hutan primer dalam Turubanova et al. (2018) yang dirujuk GFW berbeda dengan definisi hutan primer KLHK. KLHK mendefinisikan hutan primer sebagai hutan alam yang masih utuh, sedangkan hutan primer dalam Turubanova et al. mencakup hutan alam yang utuh dan tidak utuh.

Dalam konteks konservasi hutan secara global, hutan primer yang tidak utuh tetap berperan penting dalam menyimpan karbon dan menyediakan habitat, meskipun hutan primer tidak utuh lebih terfragmentasi. Kehilangan hutan primer tidak utuh pun memiliki dampak besar. Sebagai contoh, hilangnya hutan primer (baik utuh maupun tidak utuh) di Indonesia pada tahun 2019 menghasilkan 187 mega ton emisi CO2, dibandingkan dengan hanya 13 mega ton emisi CO2 dari hilangnya hutan primer utuh.

Data deforestasi resmi yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia (KLHK) menunjukkan tren penurunan antara tahun 2018 dan 2019, mirip dengan data UMD. Kedua set data juga menunjukkan kehilangan yang lebih rendah dalam tiga tahun berturut-turut setelah mencatat kehilangan akibat kebakaran pada tahun 2015 dan 2016, meskipun nilainya sedikit berbeda. Sebagaimana dirinci dalam blog sebelumnya, data KLHK memiliki beberapa perbedaan dari data UMD, termasuk periode pengamatan Juli hingga Juni, persyaratan area minimum 6,25 hektar, dan interpretasi visual dari citra satelit untuk menentukan apakah ada kehilangan hutan.

Hilangnya tutupan pohon primer tropis Indonesia 2002-2019

Data apa yang akan muncul tahun depan di GFW

Indikator awal menunjukkan terjadinya musim kemarau tahun 2020 di Amazon, dan kebakaran di Australia merentang tahun kalender, jadi kita bisa mengantisipasi lebih banyak kebakaran muncul di data tahun depan. GFW terus bekerja untuk memperbaiki data kami. Kemajuan dari UMD akan segera memungkinkan kami untuk melacak contoh berulang dari kehilangan tutupan pohon selama dua dekade terakhir serta kehilangan karena kebakaran, membuatnya lebih mudah untuk menilai apa yang menyebabkan kehilangan dan memahami bagaimana data UMD dibandingkan dengan sistem pemantauan lainnya.


Catatan editor: 16 Juni 2020 – Posting ini diperbarui untuk memberikan informasi tambahan tentang bagaimana data GFW dihitung.
Jelajahi data tahunan di GFW.

BANNER FOTO: Setiap 6 detik pada tahun 2019 1 lapangan sepakbola hutan hujan tropis hilang. Foto oleh Flavio Galvao/WRI.

Category
  • Data
Topics
  • fires
  • forest change

Explore More Articles

Ripe Cocoa pods from a cocoa farm in Ghana.
Feb 14, 2024|Data|10 minutes

Ending Deforestation from Cocoa in West Africa with New Data-Driven Resources

Two new data-driven resources provide a shared view of priority areas in West Africa and can help realize a a deforestation-free cocoa sector.

Aerial view of the Amazon Rainforest
Jan 18, 2024|Data|8 minutes

Comparing Forest Extent in 2020 from Global Forest Watch and the Forest Resources Assessment

This blog compares the forest extent in 2020 for data from UMD on GFW and the FAO Forest Resources Assessment and explains the differences.

Side by side comparison of UMD tree cover loss and JRC Tropical Moist Forest data
Jan 08, 2024|Data|10 minutes

Differences Between Global Forest Watch’s Tree Cover Loss Data and JRC’s Tropical Moist Forest Data Explained

We explain key differences between two data sets that track forest change in the tropics: UMD tree cover loss and JRC Tropical Moist Forest.

Explore More Articles
Ripe Cocoa pods from a cocoa farm in Ghana.
Feb 14, 2024|Data|10 minutes

Ending Deforestation from Cocoa in West Africa with New Data-Driven Resources

Aerial view of the Amazon Rainforest
Jan 18, 2024|Data|8 minutes

Comparing Forest Extent in 2020 from Global Forest Watch and the Forest Resources Assessment

Side by side comparison of UMD tree cover loss and JRC Tropical Moist Forest data
Jan 08, 2024|Data|10 minutes

Differences Between Global Forest Watch’s Tree Cover Loss Data and JRC’s Tropical Moist Forest Data Explained

fetching comments...