
Kebakaran Menyebar di Indonesia saat DPR Menyetujui Perjanjian Kabut Asap Lintas Negara
Oleh Susan Minnemeyer, AndikaPutraditama, James Anderson, Nigel Sizer dan Cecelia Song
Awal minggu ini, DPR RI meratifikasi Perjanjian ASEAN tentang Polusi Kabut Asap Lintas Negara ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution—12 tahun setelah perjanjian untuk mengurangi polusi asap dari kebakaran hutan dan lahan di Asia Tenggara tersebut ditandatangani. Ratifikasi dari perjanjian ini, ditambah dengan Transboundary Haze Pollution Act (Peraturan Polusi Kabut Asap Lintas Negara) terbaru Singapura, mengirimkan pesan yang jelas bahwa kebakaran hutan dan lahan ilegal di Indonesia, dan polusi asap regional akibat kebakaran tersebut, tidak akan ditoleransi lagi. Ratifikasi perjanjian tersebut dilakukan pada saat yang tepat. Minggu ini, kebakaran terjadi di Sumatra Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat, mengancam hutan, masyarakat, dan satwa liar yang hidup di wilayah tersebut. Dan karena sebuah badai tropis mengubah arah angin, asap kembali mengarah ke Singapura. Pollutant Standards Index (PSI) menunjukkan tingkat yang membahayakan, mengundang perhatian internasional.
Anda bisa melihat informasi dalam waktu yang hampir seketika mengenai titik api, konsesi, arah angin, dan lebih banyak lagi di Global Forest Watch Fires (GFW Fires), sebuah wadah untuk memantau titik api yang dikembangkan oleh WRI, BP REDD+, DigitalGlobe, Google, Esri, bersama dengan mitra lainnya. Baca lebih lanjut untuk mendapatkan analisis yang lebih mengenai kabakaran di Indonesia, dan bagaimana peraturan-peraturan baru dapat membantu menghentikan kebakaran ilegal.
Kebakaran Meningkat Drastis di Sumatra dan Kalimantan
Sementara kebakaran biasanya terjadi di Indonesia pada musim kemarau, minggu ini terjadi peningkatan yang signifikan dalam jumlah peringatan titik api. Data dari GFW Fires menunjukan 358 peringatan titik api dengan potensi kejadian tinggi di seluruh Sumatra, dan 527 peringatan titik api dengan potensi kejadian tinggi di seluruh Kalimantan dalam seminggu terakhir. Enam puluh enam persen dari peringatan titik api tersebut terjadi di dalam batas-batas konsesi kelapa sawit, HPH, dan HTI. Jumlah titik api secara jelas terlihat meningkat dari beberapa minggu yang lalu, khususnya untuk provinsi-provinsi di Kalimantan Tengah dan Barat, dan Sumatra Selatan (lihat Gambar 1). Dalam pola yang berbeda (different) dari dua kebakaran besar sebelumnya pada Juni 2013 dan Februari dan Maret 2014, jumlah peringatan titik api di Provinsi Riau lebih rendah dibandingkan wilayah di sekitarnya.



Apakah Peraturan Baru Singapura dapat Membantu Mengurangi Kebakaran Hutan?
Kebakaran ilegal – biasanya berhubungan dengan konsesi kelapa sawit, HPH, dan HTI, atau dengan konflik di wilayah tersebut – sudah lama menjadi sebuah masalah di Asia, khususnya Indonesia. Peraturan baru di Singapura memberikan kewenangan bagi pemerintah untuk menghukum dan memberikan denda kepada perusahaan yang bertanggung jawab terhadap kebakaran yang menyebabkan polusi asap di Singapura – terlepas di negara apa perusahaan tersebut sedang beroperasi – ketika indeks polusi menunjukan angka lebih dari 100 selama 24 jam atau lebih. Tingkat polusi udara yang melebihi batas normal terjadi selama hampir satu hari pada tanggal 15 September, namun kemudian membaik berkat perubahan arah angin. Peraturan tersebut juga memperbolehkan warga Singapura untuk menuntut pelaku penyebab kabut asap atas kasus-kasus sipil– sebagai contohnya, penurunan pendapatan hotel atau gangguan saluran pernapasan akibat kabut asap. Data kualitas udara dan arah angin yang diperoleh secara hampir seketika di Global Forest Watch Fires menunjukan bahwa awal minggu ini, angin dari selatan Sumatra membawa kabut dan asap melewati Singapura, walaupun peta arah angin terbaru sepertinya mengindikasikan bahwa kabut dan asap dari Kalimantan dapat terbawa ke Singapura juga (lihat data mengenai GFW Fires disini; data kualitas udara diperbaharui setiap jamnya, dan arah angin diperbaharui empat kali sehari). Pemerintah Singapura dapat menginvestigasi perusahan yang beroperasi di wilayah-wilayah tersebut dan, jika terjadi kebakaran ilegal, menindak berdasarkan Peraturan Polusi Asap Lintas Negara. (Anda dapat melihat daftar konsesi kelapa sawit, HPH, dan HTI dengan jumlah peringatan titik api terbesar di GFW Fires, atau merujuk kepada Gambar 5 di akhir blog ini).

Potensi Dampak Ratifikasi Perjanjian Kabut Asap Lintas Negara oleh Indonesia
Keputusan DPR RI untuk meratifikasi ASEAN cross-border haze treaty (Perjanjian kabut asap lintas Negara ASEAN) menunjukkan puncak dari semua usaha untuk meningkatkan pemantauan titik api di Indonesia. Sementara pasal-pasal spesifik di dalam Undang-Undang Kabut Asap Lintas Negara sebagian besar telah tercantum di dalam peraturan yang sudah berlaku mengenai kebakaran ilegal dan pengurangan titik api, pasal-pasal tersebut dapat memberikan tekanan tambahan untuk menegakkan peraturan tersebut. Terlepas dari sejarah panjang kebakaran ilegal, kejadian akhir-akhir ini menunjukan bahwa Indonesia memberikan perhatian yang lebih serius mengenai masalah kebakaran. Presiden Susilo Bambang Yodhoyono memerintahkan BP REDD+ untuk memperkuat usaha dan koordinasi di seluruh pemerintahan untuk mengatasi kebakaran hutan. BP REDD+, bekerja sama dengan badan-badan pemerintahan lainnya, membentuk sebuah “panitia khusus” untuk merespon kebakaran yang terjadi. Dengan menggunaan instrumen-instrumen yang diperbaharui seketika seperti GFW Fires, mereka bekerja untuk mempercepat waktu respon kebakaran sebesar 80 persen, dari 30 jam lebih menjadi dua hingga empat jam. Industri juga telah mengambil langkah maju. Pada bulan Juni, RSPO menjadi badan sertifikasi komoditas pertama yang secara publik membagi data batas-batas wilayah produksi yang bersertifikasi, yang memungkinkan banyak pihak mengawasi kebakaran di wilayah konsesi tersebut. Seperti halnya peraturan lainnya, efektifitas perjanjian ASEAN yang baru diratifikasi akan sangat tergantung dari kualitas penegakan hukumnya. Namun dengan instrumen-instrumen pengawasan yang diperbaharui dalam waktu seketika seperti GFW Fires dan momentum yang memuncak untuk membongkar pelaku kebakaran ilegal, sepertinya situasi kedepan akan menjadi lebih baik.
INFORMASI LEBIH: Untuk analisis yang lebih mendalam dari WRI mengenai kebakaran di Indonesia, silakan lihat seri blog kami.