Penjelasan Data Kehilangan Tutupan Pohon 2024 dari Global Forest Watch

Fires along the Rio Xingu, Brazil. Credit: NASAEarth
Data terbaru kehilangan tutupan hutan dari lab Global Land Analysis and Discovery (GLAD) University of Maryland yang tersedia di Global Forest Watch (GFW), menunjukkan bahwa kebakaran telah memicu lonjakan kehilangan hutan hujan primer tropis yang memecahkan rekor pada tahun 2024. Tahun ini, kami mencatat adanya perbedaan dalam estimasi antara data UMD dan sejumlah sumber lainnya, termasuk estimasi resmi dari sistem pemantauan nasional. Kami membandingkan estimasi untuk Brasil, Indonesia, dan di seluruh daerah tropis. Apa yang diukur oleh data UMD, apa yang berbeda tahun ini, dan bagaimana perbandingannya dengan estimasi resmi deforestasi lainnya? Berikut yang harus Anda ketahui tentang data baru.
Apa yang diukur dengan kehilangan tutupan hutan dan apa perbedaannya dengan deforestasi?
Data kehilangan tutupan hutan dari UMD mencatat gangguan pada vegetasi kayu yang setidaknya setinggi lima meter selama tahun 2001 sampai 2024. Ini mencakup kematian atau penebangan pohon, baik di hutan alami serta di perkebunan kayu atau tanaman pohon. Namun, data hutan hujan primer tropis yang kami gunakan untuk menyaring kehilangan di daerah tropis mencakup hutan hujan tropis alami yang matang. Data ini tidak mencakup perkebunan, tanaman pohon dan hutan sekunder muda. Dengan begitu analisis kami tidak berfokus pada kehilangan yang terkait dengan panen atau siklus pengelolaan hutan. Kehilangan tutupan pohon dapat disebabkan faktor manusia atau alam serta dapat bersifat permanen atau sementara.
Deforestasi berbeda karena umumnya mengacu pada perubahan hutan menjadi penggunaan lahan lain secara permanen oleh manusia. Beberapa bentuk kehilangan tutupan hutan, seperti konversi hutan alami menjadi lahan pertanian, umumnya dianggap sebagai deforestasi, sedangkan bentuk kehilangan tutupan hutan lainnya, seperti pemanenan kayu hutan tanaman atau gangguan alami, sering kali tidak dianggap deforestasi — baca selengkapnya tentang perbedaannya di sini. Kehilangan tutupan hutan, baik deforestasi maupun bukan, dapat bersifat legal atau ilegal.
Dalam beberapa kasus, seperti dalam Pelacak Target Deforestasi dan Restorasi pada Global Forest Review, kami menggunakan proksi untuk deforestasi. Proksi tersebut menggunakan data tentang pendorong kehilangan tutupan pohon dan mencakup kehilangan akibat perladangan berpindah di hutan hujan primer tropis, serta semua kehilangan tutupan pohon (baik di dalam maupun di luar hutan hujan primer tropis) yang disebabkan pertanian permanen, komoditas keras (seperti pertambangan atau infrastruktur energi), serta pembangunan pemukiman dan infrastruktur. Kehilangan sementara, seperti karena kebakaran atau kegiatan-kegiatan penebangan, tidak termasuk.
Apa saja yang termasuk dalam kehilangan tutupan pohon akibat kebakaran?
Data Kehilangan tutupan pohon akibat kebakaran dari UMD membedakan kehilangan yang dipicu kebakaran dari bentuk kehilangan tutupan pohon lainnya dengan menggunakan model untuk mengklasifikasikan kemungkinan bahwa kehilangan tersebut disebabkan oleh kebakaran pada setiap piksel berukuran 30 meter. Data kehilangan tutupan pohon akibat kebakaran termasuk kebakaran alami atau yang dipicu oleh manusia yang mengakibatkan kehilangan tutupan kanopi pohon secara langsung. Data tersebut mencakup kebakaran hutan, kebakaran untuk membuka lahan untuk penggunaan lain, serta kebakaran yang disengaja yang mengakibatkan kehilangan tutupan hutan (termasuk kebakaran yang dipicu oleh manusia untuk tujuan pertanian, perburuan, rekreasi, atau pembakaran liar). Namun, kejadian di mana hutan ditebang terlebih dahulu dan sisa vegetasi dibakar kemudian tidak termasuk karena pemicu awal kehilangan adalah penebangan secara mekanis.
Data ini memungkinkan kami lebih memahami bagaimana kebakaran berdampak pada kehilangan tutupan pohon pada tahun 2024. Sebagai contoh, tahun ini rekor tahun terpanas dan Amerika Latin mengalami kekeringan luas, yang menciptakan kondisi panas dan kering yang memicu penyebaran kebakaran di seluruh wilayah. Di luar wilayah tropis, Kanada dan Rusia mengalami kerugian besar akibat kebakaran. Pelajari lebih lanjut tentang temuan kami dari data 2024 di sini
Di daerah tropis yang lembap, kebakaran tidak terjadi secara alami dan hampir selalu dipicu oleh manusia. Kebakaran sering kali tidak mengakibatkan perubahan permanen penggunaan lahan dan hutan bisa pulih setelah kebakaran; namun, dampak gabungan dari perubahan iklim dan konversi hutan menjadi penggunaan lahan lain seperti pertanian— misalnya kondisi yang lebih panas dan kering — dapat membuat pemulihan menjadi lebih sulit dan meningkatkan risiko kebakaran di masa depan.
Bagaimana kehilangan tutupan pohon berdasarkan data UMD dibandingkan dengan perkiraan lainnya?
Brasil – PRODES
PRODES — sistem pemantauan hutan resmi untuk Amazon dari Lembaga Nasional Penelitian Tata Ruang Brasil (National Institute for Space Research, INPE) — dan data UMD memiliki perbedaan penting dalam definisi dan metodologinya. Perbedaan ini perlu dipahami saat membandingkan keduanya. PRODES mengukur deforestasi yang ditebang habis seluas lebih dari 6,25 hektar (ha), sedangkan UMD mencatat kehilangan — baik karena sebab alami maupun manusia — dengan luas lebih dari 0,09 hektare terhadap pohon-pohon yang tingginya lebih dari lima meter. Keduanya merupakan ukuran penting untuk memahami bagaimana kondisi hutan terus berubah. Perubahan ini bisa terjadi karena deforestasi, kebakaran hutan, maupun gangguan kecil pada kanopi hutan. Semua faktor tersebut dapat berdampak pada iklim, keanekaragaman hayati, dan manfaat alam yang diperoleh dari hutan.
Perbedaan penting lainnya adalah kedua set data tersebut mencakup periode observasi yang berbeda. PRODES mencakup 12 bulan antara Agustus hingga Juli setiap tahunnya (tahun observasi terakhir adalah Agustus 2023 hingga Juli 2024), sementara data UMD mencakup tahun kalender (Januari – Desember 2024).
Selain itu, INPE memiliki sistem yang secara khusus memantau dan melaporkan kebakaran (baik di dalam maupun di luar hutan). Sebagai contoh, Program Queimadas INPE memantau kebakaran aktif dan area-area yang terbakar. Peringatan DETER INPE — yang melacak deforestasi dan degradasi setiap hari — memisahkan peringatan terkait kebakaran hutan dari bentuk degradasi lainnya dan juga dari deforestasi.

Untuk melihat bagaimana hasil kedua set data ini saling dibandingkan, kami mengambil beberapa langkah untuk memperhitungkan perbedaan-perbedaan tersebut. Pertama, kami memisahkan kehilangan tutupan pohon akibat kebakaran dalam data kehilangan hutan primer UMD, yang menurut definisi tidak akan dicakup dalam data PRODES. Ini menghasilkan estimasi yang lebih mendekati antara dua set data, meskipun masih menunjukkan tren yang berbeda untuk tahun data terakhir: sementara PRODES memperkirakan penurunan deforestasi sebesar 31% di Amazon Brasil antara tahun 2023 dan 2024, kehilangan hutan primer non-kebakaran UMD menunjukkan peningkatan sebesar 13%.
Kedua, kami mempertimbangkan unit pemetaan minimum 6,25-ha yang digunakan oleh PRODES. Kami menerapkan unit pemetaan minimum 6,25-ha pada kehilangan hutan primer non-kebakaran tahunan UMD untuk memisahkan area-area kehilangan menjadi beberapa petak yang kurang dari 6,25 ha, dan yang lebih dari atau sama dengan 6,25 ha. Ketika memperhitungkan ukuran petak, kehilangan hutan primer non-kebakaran UMD dengan luas lebih dari atau sama dengan 6,25 ha menurun sebesar 2% antara tahun 2023 dan 2024, menunjukkan tren penurunan yang serupa dengan data PRODES; sebaliknya, kehilangan hutan primer non-kebakaran dengan luas kurang dari 6,25 ha meningkat sebesar 30% antara tahun 2023 dan 2024.
Data UMD dan PRODES di wilayan Amazon yang sah secara hukum
Perbedaan lebih lanjut antara kedua set data ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan metodologi dalam mendeteksi perubahan, serta perbedaan periode observasi. Dalam hal perbedaan metodologi, data UMD dihasilkan dengan menggunakan algoritme otomatis untuk mendeteksi perubahan pada skala piksel 30 meter, sedangkan data PRODES dihasilkan melalui interpretasi visual manual atas citra satelit. Dalam hal perbedaan periode observasi, periode PRODES berakhir pada bulan Juli, tepat sebelum puncak musim kemarau di Amazon, yang berlangsung dari Juni hingga November dan biasanya disertai meningkatnya pembukaan hutan dan aktivitas pembakaran. Dengan demikian, data PRODES mungkin tidak mencakup kehilangan yang tercatat belakangan dalam data UMD di tahun itu. Sebagai contoh, peringatan DETER pemerintah Brasil — yang melacak deforestasi dan degradasi setiap hari — mencatat adanya lonjakan deforestasi, degradasi hutan, dan aktivitas pembakaran (termasuk di dalam dan di luar hutan) selama musim kemarau.
SIMONTANA di Indonesia
Seperti halnya PRODES, terdapat beberapa perbedaan utama antara data deforestasi resmi yang disediakan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia melalui Sistem Pemantauan Hutan Nasional (SIMONTANA) dan data UMD yang perlu dipertimbangkan saat membandingkan keduanya. SIMONTANA mendefinisikan deforestasi sebagai konversi hutan primer, sekunder, atau perkebunan (misalnya, bubur kertas dan kertas) menjadi non-hutan, dengan luas minimum 6,25 ha. Data tersebut dihasilkan melalui inspeksi visual manual terhadap citra satelit. SIMONTANA menggunakan periode observasi Juli-Juni (tahun observasi terbaru adalah Juli 2023-Juni 2024) alih-alih tahun kalender.
Untuk tahun 2024, SIMONTANA memperkirakan deforestasi bruto sebesar 216.200 ha, meningkat dari 133.800 pada tahun 2023. Data tersebut juga mencakup reforestasi (40.800 ha) yang menghasilkan angka deforestasi bersih sebesar 175.400 ha pada tahun 2024. Data UMD, di sisi lain, memperkirakan kehilangan hutan primer seluas 258.800 ha pada tahun 2024, perkiraan yang lebih tinggi dibandingkan dengan SIMONTANA dan penurunan 11% dibandingkan tahun 2023.
Untuk membandingkan data UMD dan SIMONTANA secara lebih tepat, kami menggunakan Peta Tutupan Lahan SIMONTANA dari tahun 2021 sebagai data dasar dan menerapkan unit pemetaan minimum 6,25 ha terhadap data kehilangan hutan primer tropis UMD. Total kehilangan hutan primer tropis UMD pada tahun 2024 berdasarkan klasifikasi hutan SIMONTANA adalah 189.500 hektare, yang lebih mendekati tetapi sedikit lebih rendah daripada perkiraan deforestasi bruto SIMONTANA sebesar 216.200 ha, dan tetap menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2023.

Perbedaan periode observasi mungkin dapat menjelaskan perbedaan tren antara tahun 2023 dan 2024 pada kedua set data. Melihat peringatan deforestasi terintegrasi yang tersedia di GFW dalam hutan primer tropis di Indonesia memberikan gambaran mengenai waktu dan besarnya gangguan sepanjang tahun. Peringatan deforestasi terintegrasi GFW menunjukkan peningkatan 6% dalam jumlah peringatan total antara Juli 2022 hingga Juni 2023 dibandingkan dengan periode Juli 2023 hingga Juni 2024 (sesuai dengan periode observasi SIMONTANA), tetapi penurunan 10% dalam jumlah peringatan total antara tahun kalender 2023 dan 2024 (sesuai dengan periode observasi UMD).
Peringatan deforestasi terintegrasi di hutan primer tropis di Indonesia Alertes intégrées de déforestation dans la forêt primaire tropicale en Indonésie

Indonésie – Auriga Nusantara
Auriga Nusantara adalah organisasi nirlaba lingkungan di Indonesia yang memantau perubahan tutupan hutan dan mengoordinasikan prakarsa MapBiomas di tingkat nasional. Lembaga ini memantau dan melaporkan hilangnya tutupan hutan alam, yang mencakup hutan primer dan sekunder tetapi tidak termasuk hutan tanaman industri maupun hutan tanaman lainnya. Data dihasilkan dengan menggabungkan dugaan deforestasi dari peringatan deforestasi UMD dan deteksi perubahan menggunakan citra satelit Planet beresolusi 5 meter. Selain itu dilakukan inspeksi visual terhadap poligon yang lebih besar dari 1 ha untuk memverifikasi terjadinya deforestasi.
Seperti rangkaian data lainnya yang dibahas dalam blog ini, data Auriga Nusantara dan data UMD menggunakan metode yang berbeda. Dalam hal keduanya menggunakan sumber citra satelit dan resolusi spasial yang berbeda, sehingga hasil perkiraannya pun tidak sama.
Perkiraan dari data Auriga Nusantara dan data UMD umumnya selaras: Auriga Nusantara memperkirakan terjadinya deforestasi seluas 261.600 ha, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kehilangan hutan primer tropis seluas 258.800 ha yang terdeteksi oleh data UMD. Namun, Auriga Nusantara melaporkan adanya peningkatan deforestasi sebesar 2% antara tahun 2023 dan 2024, sementara data UMD menunjukkan penurunan sebesar 11%. Tren yang berbeda mungkin disebabkan oleh metode berbeda yang menghasilkan sedikit perbedaan dalam estimasi antara tahun-tahun tersebut. Misalnya, terdapat variasi antara dua set data pada tahun terjadinya kehilangan untuk peristiwa yang sama. Setelah kami menumpang-susun dua set data dan ditemukan sekitar 10% dari area deforestasi Auriga Nusantara 2024 terdeteksi sebagai kehilangan pada tahun 2023 oleh data UMD, sementara sekitar 6% dari area deforestasi Auriga Nusantara 2023 terdeteksi sebagai kehilangan pada tahun 2024 oleh data UMD.
Hutan Hujan Tropis JRC
Set data Hutan Hujan Tropis (Tropical Moist Forest, TMF) dari European Commission Joint Research Center (JRC) memantau perubahan hutan di daerah tropis. Seperti data kehilangan tutupan pohon UMD, data JRC TMF menggunakan citra Landsat untuk memetakan gangguan hutan setiap tahunnya pada skala piksel 30 meter. Namun, terdapat beberapa perbedaan utama antara kedua set data — baca perbandingan mendalam kami di sini.
Secara umum, data JRC TMF mendeteksi area gangguan yang lebih luas dibandingkan dengan data kehilangan hutan primer tropis UMD karena klasifikasi degradasinya mencakup gangguan yang tidak memenuhi definisi kehilangan yang digunakan dalam data UMD, seperti pembukaan kurang dari setengah tutupan pohon dalam piksel 30 meter atau gangguan yang terdeteksi dalam periode yang sangat singkat.
Setelah memisahkan kehilangan hutan primer tropis UMD akibat kebakaran — karena kebakaran diklasifikasikan sebagai degradasi hutan dalam data JRC TMF — estimasi kehilangan hutan primer tropis non-api UMD pada tahun 2024 (3,5 juta hektare) lebih tinggi tetapi memiliki besaran yang serupa dengan estimasi deforestasi total JRC TMF (3,1 juta hektare). Namun, perlu dicatat bahwa perbedaan antara data degradasi dan deforestasi JRC TMF untuk tahun 2024 belum sepenuhnya terkonsolidasi karena tidak tersedianya cukup waktu untuk mengonfirmasi pemulihan hutan pasca gangguan atau permanensi gangguan.
Meskipun demikian, tren pada kedua set data umumnya selaras dalam beberapa tahun terakhir, termasuk pada tahun 2024. Perbandingan total gangguan hutan antara kedua set data menunjukkan bahwa keduanya memperkirakan pesatnya peningkatan gangguan antara tahun 2023 dan 2024 — Data JRC TMF mencatat peningkatan 78% total gangguan hutan di seluruh daerah tropis, serupa dengan peningkatan 80% yang tercatat pada data kehilangan hutan primer UMD.
Gangguan hutan UMD dan JRC di daerah tropis lembab
Mengapa kita fokus pada daerah tropis?
Dalam analisis terhadap data UMD, kami terutama berfokus pada kehilangan tutupan hutan di hutan primer tropis karena hutan tropis mengalami sebagian besar (94%) deforestasi di dunia. Kehilangan di wilayah tersebut berdampak besar pada keanekaragaman hayati dan penyimpanan karbon. Meskipun kehilangan tersebut pada akhirnya akan pulih, prosesnya membutuhkan waktu puluhan tahun. Sebab habitat dan stok karbon membutuhkan waktu yang lama untuk dapat pulih, dan kehilangan keanekaragaman hayati permanen dapat terjadi.
Perbaikan data seiring waktu dapat memengaruhi keterbandingan antar tahun
Penyesuaian algoritma dan data satelit yang lebih baik telah memperbaiki. Algoritma asli yang digunakan untuk memetakan kehilangan tutupan pohon telah diperbaiki dalam pembaruan berikutnya selama tahun 2011-2014 dan 2015, dan Landsat 8 diperkenalkan pada tahun 2013, yang dilengkapi sensor yang lebih baik dan dapat lebih jelas memetakan fitur di lapangan. Secara keseluruhan, perbaikan-perbaikan ini telah meningkatkan sensitivitas dalam mendeteksi perubahan seperti aktivitas tebang pilih, perladangan berpindah skala kecil, dan kebakaran. Variasi dalam ketersediaan citra satelit (yang umumnya meningkat seiring waktu) juga berarti adanya ketidakkonsistenan dalam kualitas dan jumlah citra yang tersedia untuk menangkap data setiap tahunnya.
Untuk menangani ketidakkonsistenan ini, kami:
- Memfokuskan analisis pada tren setelah 2015 karena hanya terjadi sedikit perubahan pada metode dan data satelit sejak saat itu
- Menilai rata-rata bergerak tiga tahunan untuk menginterpretasikan tren jangka panjang
- Mengabaikan peningkatan kehilangan setelah 2012 di wilayah yang kemungkinan terdampak perubahan ini, seperti Afrika Tengah
Tahun ini, seperti tahun lalu, algoritma deteksi kehilangan yang digunakan oleh University of Maryland untuk membuat set data kehilangan tutupan pohon dilengkapi dengan informasi dari set data gangguan lahan DIST-ALERT. Perubahan akhir musim kadang tidak terdeteksi dalam data kehilangan tutupan pohon karena keterbatasan data satelit dan tutupan awan sehingga dimasukkan ke tahun berikutnya. Komposit DIST-ALERT tahunan menunjukkan petak kehilangan tutupan pohon yang sebelumnya tidak terdeteksi oleh data kehilangan tutupan pohon. Ini mencakup kebakaran akhir musim di hutan boreal dan penambangan baru-baru ini. Data ini kemudian ditinjau secara manual serta dimasukkan untuk tahun 2024.